Dam
menurut bahasa à artinya darah.
Menurut
Istilah à adalah
mengalirkan darah [menyembelih hewan ternak yaitu kambing, onta atau sapi
ditanah haram dalam rangka memenuhi ketentuan Manasik Haji atau Umrah].
DAM
pada prinsipnya ada 2 [dua] macam :
a.
DAM NUSUK à karena aturan ibadah, yaitu hubungannya dengan cara pelakasanaan Ibadah Haji, yang dikenakan bagi
orang-
orang yang mengerjakan Haji dengan
cara TAMATTU’ atau QIRAN.
b.
DAM ISA’AH à karena melanggar
aturan, seperti :
1.
melanggar larangan IHRAM Haji atau Umrah.
2.
meninggalkan Wajib Haji atau Umrah :
- Tidak berniat Ihram dari MIQAT.
- Tidak Mabit di Muzdalifah.
- Tidak Mabit di Mina.
- Tidak Melontar Jamrah
Aqabah dan tidak mewakilkannya bagi yang
Udzur.
- Tidak
Melontar Jamarat dihari-dihari Tasyriq dan tidak mewakilkannya bagi
yang Udzur.
-
Tidak Thawaf WADA’ kecuali bagi Wanita yang haidh atau nifas.
Ketentuan
mengenai DAM :
فَفِدْيَةٌ
مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ
Maka
boleh memilih dengan Fidyah, Puasa atau menyebelih binatang ternak.
Adapun
pelanggaran yang boleh memilih tersebut adalah :
-
Apa bila melanggar berupa :
1. mencukur/menggunting atau mencabut rambut.
2. memotong kuku.
3. memakai wangi-wangian.
4. memakai pakaian bertangkup bagi laki-laki.
5. memakai peci, topi atau sesuatu yang melekat dikepala
bagi laki-laki.
6. menutup muka atau memakai kaos tangan bagi wanita.
7. memasuki MINA setelah tenggelam Matahari pada hari-hari
tasyriq
8. tidak Mabit di MINA semalam.
à Bisa memilih dengan :
- Fidyah dengan
bersedekah ½ sha’ [2 mud à 1,4 kg.] dari makanan yang mengenyangkan
kepada masing-masing 6 (enam) orang miskin.
- Berpuasa 3 [tiga] hari.
- Menyembelih seekor
kambing.
-
Apa bila membunuh binatang
buruan
Dam/fidyah dengan menyembelih hewan persamaannya, atau
bersedekah ditanah haram dengan makanan seharga hewan tsb. atau dengan puasa,
adapun bilangan puasanya disesuaikan dengan banyaknya makanan yang mesti
disediakan, yaitu satu hari puasa untuk setiap 1 [satu] mud makanan [lebih
kurang ¾ kg]
-
Melanggar larangan Ihram
dengan bersetubuh [jimak].
Bersetubuh sebelum TAHALLUL AWAL, maka batal Hajinya dan
wajib membayar Dam atau kifarat.
- Menyembelih seekor
unta atau sapi, kalau tidak ada menyembelih 7 ekor kambing, kalau tidak
ada bersedekah seharga unta, kalau tidak ada puasa sebanyak hitungan
setiap 1 mud sehari.
- Menyelesaikan Haji
yang batal itu tetap berlaku padanya larangan ihram yang lain.
- Wajib Hajinya belum gugur
dan diwajibkan mengulang Haji tahun berikutnya.
Bersetubuh
setelah TAHALLUL AWAL à tidak batal Hajinya, tapi wajib membayar Dam menyembelih
seekor unta atau sapi, jika terjadi yang kedua kalinya maka wajib membayar Dam
menyembelih seekor kambing dst. Menurut pendapat yang kuat [qaul yang mu’tamad].
-
Apa bila mengadakan akad
nikah pada saat IHRAM, maka nikahnya batal yang bersangkutan tidak terkena dam.
-
Tiga pelanggaran juga tidak
terkena dam dan Haji/Umrahnya sah akan tetapi gugur pahalanya yaitu Rafas,
Fusuq dan Jidal.
-
Memotong atau mematahkan
tumbuh-tumbuhannya ditanah Haram [sedang
Ihram atau tidak]. Para Ulama berbeda pendapat tentang penggantin [denda]nya :
-
Imam Malik ; tidak ada pengganti [denda]nya, tetapi berdosa.
- Imam Abu Hanifah ; dikenakan
pengganti [denda] hadiyah seharga pohon yang dipotong tsb.
-
Imam ‘Atha ; cukup ber-istighfar [memohon ampun].
-
Imam Asy Syafi’i ; untuk yang besar cukup mengganti dengan hadiyah seekor sapi, sedang yang kecil
dengan seekor kambing.
- Ibnu
‘Arabi berkata : bersepakat Para Fuqaha tentang haramnya memotong
pohon ditanah haram, kecuali Imam Asy Syafii memperbolehkan memotong kayu siwak.
[lihat Nailul Authar Bab
Shaidul Haram Wa Syajarihi].
Perhatikan
:
Bagi laki-laki yang ber Ihram boleh memakai sabuk [ikat
pinggang], cincin, jam tangan dan kaca mata [disamakan dengan ikat pinggang dan
cincin]. Sebagai dasar Hadits Riwayat Imam Baihaqi dalam Sunan Kubranya ;
قال لا بأس
بالهميان والخاتم للمحرم [رواه البيهقى]
“Tidak
mengapa bagi orang yg ber Ihram memakai Himyan [ikat pinggang yg dijdikan
tempat menyimpan uang] dan cincin”.
CATATAN
yang perlu diperhatikan ;
رَوَاهُ
أَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ وَالتِّرْمِذِيُّ ) 1944 – ( وَعَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ
قَالَ : حَدَّثْتُ عَنْ مِقْسَمٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ { تُرْفَعُ الْأَيْدِي فِي الصَّلَاةِ ، وَإِذَا
رَأَى الْبَيْتَ ، وَعَلَى الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ ، وَعَشِيَّةَ عَرَفَةَ ،
وَبِجَمْعٍ ، وَعِنْدَ الْجَمْرَتَيْنِ ، وَعَلَى الْمَيِّتِ } ) .
-
( وَعَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
إنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَرَمْيُ
الْجِمَارِ لِإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّهِ تَعَالَى
رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ وَلَفْظُهُ
: إنَّمَا جُعِلَ رَمْيُ الْجِمَارِ وَالسَّعْيُ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ
لِإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّهِ تَعَالَى ) حَدِيثُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ السَّائِبِ
أَخْرَجَهُ أَيْضًا النَّسَائِيّ وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ .
-
Diangkatnya
kedua tangan ketika dalam Shalat, ketika melihat Ka’bah, dibukit Shafa dan
Marwa, ketika Wukuf di Arafah, ketika di Muzdalifah, dan ketika di kedua tempat
melontar Jamrah dan ketika Shalat Mayyit.
-
Thawaf
di Baitullah [Ka’bah], dan dibukit Shafa dan Marwa, dan saat melontar Jamaraat
adalah untuk menegakkan Dzikir kepada Allah.
0 komentar:
Post a Comment